RESESI, menjadi kata yang sering diucapkan belakangan ini dan terkesan begitu menakutkan. Padahal kita baru saja mengalami resesi pada beberapa waktu yang lalu dimana pertumbuhan ekonomi negara mengalami kemunduran selama 3 kuartal berturut-turut yang dipicu oleh pandemi covid-19 yang lalu.
Dalam ekonomi makro, resesi atau kemerosotan menurut wikipedia adalah kondisi ketika Produk Domestik Bruto (PDB/GDP) menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi bernilai negatif selama 2 kuartal atau lebih berturut-turut dalam 1 tahun maka negara itu dikatakan mengalami resesi. Dan pada saat pandemi covid-19 negara mana yang tidak mengalami resesi? Meningkatkan hutang dengan strategi defisit, pendapatan berkurang dan meningkatkan spending demi menyelamatkan rakyatnya.
Resesi sekarang ini menjadi sesuatu yang sangat menakutkan karena banyak disampaikan oleh para tokoh publik dan diterjemahkan oleh sebagian orang yang membuat pernyataan-pernyataan secara tidak bertanggungjawab. Misalnya;
"Akan terjadi PHK besar-besaran dimana-mana"
"Jangan berinvestasi, tahan cash"
"Bagi para seller sebaiknya tahan stok"
dan ada pernyataan yang menarik yaitu, "Jangan berikan marketing budget."
Pernyataan yang terakhir sangat bertentangan dengan apa yang dikatakan dalam dunia bisnis. Misalnya dikatakan dalam sebuah buku berjudul Global Recession yang ditulis oleh para ahli bisnis dari Harvard University. Dalam salah satu sub judulnya dikatakan disana, "Don't Cut Your Marketing Budget in a Recession", jangan memotong marketing budget Anda selama masa resesi.
Perlu dipahami bahwa resesi adalah terminologi di dalam ekonomi makro sedangkan bisnis sejatinya berjalan dalam landasan yang berbeda. Makro berbicara mengenai negara atau sesuatu yang besar sedangkan mikro berbicara mengenai lingkup yang kecil yaitu perusahaan atau usaha Anda. Keduanya adalah hal yang berbeda.
Strategi makro ekonomi adalah strategi rata-rata yang berbicara mengenai pendapatan secara nasional atau pedapatan per kapita. Produk homogen yang kemudian disebut sebagai komoditi dijumlahkan secara menyeluruh. Kemudian hal-hal yang bersifat strategi negara dalam menangani berbagai masalah, kemiskinan, pengangguran, inflasi, dan lain-lain. Lalu strategi fiskal, strategi moneter, dan bagaimana mendatangkan investasi asing. Bagaimana mendorong pertumbuhan ekonomi negara. Semua itu adalah strategi negara yang tidak akan selalu bisa diterapkan di dalam strategi bisnis.
Karena bisnis berlandasan pada segmentasi pasar. Produk yang sama dengan brand yang berbeda bisa saja memiliki segmen pasar yang berbeda. Jika sudah begini maka kita harus hati-hati dengan statement, "tahan uang, jangan spending." Ini justru akan mengakibatkan kita dapat memasuki area yang dinamakan resesi, depresi, stagnasi, lalu stagflasi. Jadi, tak perlu dilebih-lebihkan, tak perlu overthinking, kuasai dulu pengertiannya. Jangan sampai gagal paham.
Point of viewnya adalah :
1. Hati-hati dengan terminologi makro dan terminologi mikro.
2. Ingatlah bahwa dalam situasi berbahaya akan selalu ada kesempatan.
Ada orang melihat situasi resesi adalah situasi yang berbahaya, "hati-hati, kita tiarap dulu." Namun ada yang melihat, "Eits tunggu dulu, justru ketika orang tiarap, kita investasi. Begitu badai berlalu kita akan menjadi yang paling siap." Siapa yang paling siap? Mereka yang punya uang cash, mereka yang mampu membaca data yang sebenarnya.
"Serakahlah ketika orang lain takut dan takutlah ketika orang lain serakah"
Baca Juga : Tips Berinvestasi Ala Lo Kheng Hong dan Warren Buffet
RESESI = TREND
Dari kacamata seorang trader forex, resesi hanyalah sebuah gejolak ekonomi yang justru menjadi momentum atau kesempatan untuk meraih profit besar. Karena bagi seorang trader, resesi berarti trend market akan terbentuk dan saat trend terjadi itulah maka peluang untuk meraih consecutive profit.
Sebagai trader forex tidak akan terpengaruh oleh resesi. Kenapa bisa begitu? Karena dalam kondisi apapun trader forex bisa buy atau sell, bukankah hanya ada dua pilihan itu? Dan baik buy atau pun sell sama-sama memiliki peluang profit.
Maksudnya begini; andaikan resesi benar-benar terjadi, dan market forex akan bergerak trend. Entah itu uptrend atau pun downtrend, intinya sama-sama trend. Jika trend bergerak naik (uptrend) trader akan masuk posisi buy, demikian sebaliknya jika trend bergerak turun (downtrend) trader akan masuk posisi sell. Dan jika karena dikatakan resesi lalu terjadi trend pergerakan harga market yang berlangsung lama bagi seorang trader forex ini menjadi sebuah kesempatan yang sangat bagus untuk meraup keuntungan dalam waktu yang lama pula, hingga trend berakhir. Khususnya bagi trader yang menganut Follow The Trend.
Kita ingat di beberapa tahun yang lalu ketika pandemi covid-19 melanda. Market forex mengalami trend pergerakan yang sangat kuat. Kita dapat bayangkan ketika market trending seperti itu bukankah itu menjadi sebuah peluang atau momentum untuk meraih profit sebesar-besarnya?
Jadi seharusnya jika kata orang resesi, bagi seorang trader forex ini adalah momentum yang sangat indah. Resesi, siapa takut?
No comments:
Post a Comment